Free Flower Color Change1 Cursors at www.totallyfreecursors.com
mutmainnah syam: KESATUAN DAN KERAGAMAN AKIDAH DALAM ISLAM

daun

Woensdag 02 Oktober 2013

KESATUAN DAN KERAGAMAN AKIDAH DALAM ISLAM



TUGAS KELOMPOK
Diajukan sebagai  makalah untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah akidah akhlak









Disusun Oleh :
SITTI MUTMAINNAH SYAM
HAERANI
MUH.SYAHIR
ARDIANTO



FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM JURUSAN PERADILAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2013

KATA PENGANTAR


Segenap puji kami dan syukur kepada Allah SWT Yang telah memberikan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan tema kesatuan dan keberagaman akidah dalam islam sebagai tugas mata kuliah akidah akhlak, Untaian-untaian sholawat serta salam kami limpahkan keharibaan nabi besar Muhammad SAW nabi yang membawa risalah yang tak pernah salah, dan mengemban amanah yang tak pernah khianat sehingga berkat perjuangan beliaulah sehingga alam ini menjadi tentram, aman, dan sejahtera.
            Ucapkan terima kasih kami haturkan kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan terbentuknya makalah ini, sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan tentunya makalah yang kami buat ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saranya sangat kami harapkan guna untuk menyempurnakan makalah yang kami susun selanjutnya, semoga makalah ini bisa menjadi media untuk menambah wawasan pembaca terutama kami sebagai penyusun makalah sendiri, amin ya rabbal alamin


Samata, 12 Desember 2012

Penyusun


BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
                Sepanjang sejarah, Tauhid digunakan untuk menetapkan dan menerangkan segala apa yang diwahyukan Allah kepada RasulNya. Perkembangan Tauhid mengalami beberapa tahapan sesuai dengan  dengan perkembangan manusia, yang dimulai pada masa nabi Adam, Rasulullah SAW, masa Khullafaurrasyidun, sampai sekarang, walaupun demikian dari nabi Adam hingga sekarang aqidah dalam islam tetap satu yaitu mengesakan Tuhan.
.
B.     Rumusan Masalah
a)      Bagaimana kesatuan aqidah islam semenjak nabi Adam hingga nabi Muhammad SAW.?
b)        jalan apa yang ditempuh para Rasul dalam menanamkan akidah islam?
c)      Bagaimana keberagaman akidah dalam islam dan permasalahannya?
C.     Tujuan
a)      Mengetahui kesatuan aqidah islam semenjak nabi Adam hingga nabi Muhammad SAW
b)       Mengetahui jalan yang ditempuh para Rasul dalam menanamkan akidah islam?
c)      Mengetahui keberagaman akidah dalam islam dan permasalahannya?
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN


A.    Kesatuan Akidah semenjak Nabi adam a.s hingga nabi Muhammad SAW.
Manusia, sejak masa azali, telah dimintai kesaksiannya tentang siapa Tuhan mereka. Ketika nabi adam a.s diturunkan kedunia, beliau membawa serta akidah ketauhidan itu. Akidah tauhid ini beliau ajarkan kepada anak cucunya sampai turun temurun. Ketika nabi adam wafat, diantara cucu-cucu beliau terdapat beberapa orang yang menyimpang dari akidah ini karena godaan syaitan. Dari penyimpanan akidah inilah kelak lahir kepercayaan-kepercayaan yang sesat dan menyimpang dari agama yang benar. Jumlah mereka yang tersesat itu dari hari kehari semakin bertambah, sedangkang akidahnya pun semakin jauh dari sumbernya yang asli. Untuk mengembalikan akidah yang sesat itu, Allah mengutus seorang rasul yang dipilihnya dari kalangan anak cucu adam dengan membawa akidah tauhid pula. Rasul baru ini lalu menyampaikan ajaran untuk masuk kembali kedalam agama(islam) yang dulu dibawa oleh nabi Adam. Umat manusia pun, yang waktu itu jumlahnya belum begitu banyak, sebagian kembali kepada akidah tauhidnya. Namun adapula yang tetap berpegang pada akidahnya yang telah sesat itu. Ibarat domba-domba, saat mereka diawasi dan diasuh oleh pengalamnnya, mereka tenang dan tertib. Namun, begitu penggembalanya pergi,serta merta, domba-domba itu  pun berpencaran, dan tidak jarang menjadi tersesat dan hilang. Begitulah, pada saat rasul sesudah nabi adam itu dipanggil menghadap Allah untuk selamanya, sebagian dari ummatnya ada yang menyimpang dari akidah yang diajarkannya. Sementara itu, jumlah manusia pun terus bertambah dari waktu kewaktu. Pada saat kesesatan itu sudah demikian nyata, Allah mengutus lagi seorang rasul untuk mengembalikan anak cucu adam itu pada akidahnya yang benar. Bila sudah demikian, Allah pun mengutus pula seorang rasul dengan membawa ajaran yang sama, akidah ketauhidan. Begitulah seterusnya, nabi dan rasul silih berganti datang dan pergi, nabi Adam wafat, tampil nabi Idris, nabi Idris wafat, datang nabi Nuh, nabi Nuh wafat, diutus pula nabi Shalih dan seterusnya bersambung panjang membentuk garis vertikal dari nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad SAW. Adapun anak cucu adam yang menyimpang dari akidah yang benar, membentuk cabang dan ranting-ranting yang terus berkembang menjadi beribu-ribu agama dan kepercayaan yang sesat
Tidak semua rasul yang diutus Allah itu mendapat sambutan yang baik dari ummatnya. Hampir seluruhnya mendapat tantang dari ummatnya, dan bahkan adapula yang diusir dari negerinya, disiksa, dan dibunuh. Sekalipun demikian, selalu ada pengikutnya yang melanjutkan ajaran para rasul itu.
Dengan demikian, hakikatnya akidah tauhid merupakan akidah yang satu yang merentang panjang dari Adam hingga nabi Muhammad, itulah yang dimaksud dengan kesatuan akidah dalam sejarah ummat manusia ini. Adapun ajaran-ajaran agama yang tidak mencerminkan ketauhidan, hanyalah merupakan penyimpangan dari akidah ketauhidan yang satu itu. Adanya kepercayaan terhadap zat yang maha tinggi dikalangan berbagai bangsa primitif seperti yang selama ini dibuktikan oleh para ahli,selain menjadi bukti bahwa beragama itu merupakan naluri manusia sekaligus bisa dinyatakan sebagai sisa-sisa akidah tauhid yang dibawa oleh para nabi terdahulu serta membantah kebenaran teori evolusi dalam kepercayaan ummat manusia. Kalaupun ada yang bisa disebut evolusi hal itu terdapat pada peningkatan dan penyempurnaan syariat yang ditetepakan Allah utnuk mengatur kehidupan mansuia. Syariat itu dimaksudkan untuk mengatur kehidupan manusia, sedangkan kehidupan it uterus berkembang dari waktu kewaktu maka syariat yang ditetapkan oleh Allah terlihat mengalami peningkatan dan penyempurnaan, pada masa nabi Adam, ketika jumlah manusia masih bisa dihitung dengan jari, syariat Allah membenarkan pernikahan antara saudara kandung  sendiri. Akan tetapi, pada saat manusia sudah berkembang menjadi ummat yang besar syariat Allah yang berkaitan hal ini kemudia disempurnakan. Demikian pula syariat yang berkenaan dengan aspek kehidupan lain yang mencapai puncak kesempurnaannya pada saat kerasulan nabi Muhammad SAW. Itulah makna firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah Ayat 213 yang artinya “ manusia itu adalah ummat yang satu (setelah timbul perselisihan) maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama meerka kitab dengan benar untuk member keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab itu, melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab,yaitu setelahg datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki anatra mereka sendiri. Maka Allah member petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal-hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendaknya. Alllah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendakinya kepada jalan yang lurus”
Allah juga berfirman dalam surah Al-Mu’minun ayat 52-53 yang artinya “ sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan aku adalah Tuhanmu maka bertakwalah kepadaku. Kemudia, mereka pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan tiap-tiap golongan merasa bangsa dengan apa yang ada pada sisi mereka (maisng-masing)”.
Begitu juga firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 163-164 yang artinya “ sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami telah memberikan wahyu pula kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman, dan kami berikan Zabur kepada daud, dan kami telah mengutus rasul-rasul yang sungguh telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak kami kisahkan kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”
Apa yang biasa ditarik dari ketiga ayat tersebut diatas, dan juga berbagi ayat lain yang sejenis adalah para nabi itu semuanya menyerukan ajaran yang sama yakni Tauhid.
B.    Jalan yang Ditempuh Para rasul dalam Menanamkan Akidah
            Telah disebutkan di muka bahwa para rasul diutus oleh Allah untuk memurnikan akidah umat manusia. Ajaran akidah yang mereka bawa bisa dibilang ringan dan mudah. Di samping itu, ajaran-ajaran yang mereka bawa itu mudah dimengerti, dipahami, dan diterima dengan akal sehat, Para rasul tersebut menyuruh umatnya mengarahkan pandangannya untuk memikirkan tanda-tanda kekuasaan Tuhan.
            Seperti rasul-rasul terdahulu, Nabi Muhammad SAW. Pun menanamkan akidah itu dalam hati dan jiwa umatnya. Beliau menyuruh umatnya agar pandangan dan pemikiran mereka diarahkan dan ditujukan kejurusan ini. Akal mereka digerakkan dan fitrah mereka dibangunkan sambil mengusahakan penanaman akidah itu dengan memberikan didikan, lalu disuburkan dan dikokohkan, sehingga dapat mencapai puncak kebahagiaan yang dicita-citakan.
            Rasulullah SAW. Dapat mengubah umatnya yang semula menyembah berhala dan patung, melakukan syirik dan kufur, menjadi umat yang berakidah tauhid, mengesakan Tuhan  seru sekalian alam. Hati mereka dipompa dengan keimanan dan keyakinan. Beliau dapat pula membentuk sahabat-sahabatnya menjadi pemimpin yang harus diikuti dalam hal perbaikan akhlak dan budi bahkan menjadi pembimbing  kebaikan dan keutamaan. Lebih dari itu lagi, beliau telah membentuk generasi dari umatnya sebagai suatu bangsa yang menjadi mulia dengan sebab adanya keimanan dalam dada mereka , berpegang teguh pada hak dan kebenaran. Pada saat itu umat yang berada dibawah pimpinannya, bagaikan matahari dunia, dan mengajak kesejahteraan dan keselamatan pada seluruh umat manusia.
            Allah SWT. Membuat kesaksian pada generasi itu bahwa mereka benar-benar memperoleh ketinggian dan keistimewaan yang khusus, sebagaimana firman-Nya yang artinya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’aruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah,”
                                                                                                            (Q.S Ali –Imran [3]: 110)
            Keimanan yang dimiliki oleh sebagian sahabt Nabi SAW. Itu mencapai tingkat yang dapat dikatakan, “Andaikata tabir pun disingkapkan, tidaklah bertambah keyakinanku”. Maksudnya ialah sudah penuh dan berada di puncak yang tertinggi, sekalipu  tabir kegaiban terbuka, keyakinan itu tidak ditambah lagi.






C. Keragaman Akidah dalam Islam dan permasalahannya
            Semenjak kadaulatan Negara Tauhid berdiri di bawah pimpinan Rasul Allah yang terakhir yakni, Nabi Muhammad SAW, keadaan akidah tetap dalam kesuciaannya yang berasal dari wahyu  ilahi dan ajaran-ajaran yang diberikan dari langit. Dasar utamanya  yang digunakan sebagai pedoman adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis. Pada tingkat permulaan, yang dituju ialah memberikan didikan dalam watak dan tabiat, meluhurkan sifat-sifat yang bersangkutan dengan gharizah qalbu dan cara didikan yang harus dilalui dan ditempuh. Maksudnya ialah setiap manusia dari kalangan masyarakat itu dapat memperoleh keluhuran yang yang sesuai dengan kehormatan dan kemuliaan dirinya sehingga tumbuhlah suatu kekuatan secara otomatis yang amat kokoh dalam kehidupan.
            Selanjutnya, setelah datang masa pertikaian yang banyak berdasarkan siasat dan politik, apalagi setelah adanya hubungan dengan pemikiran-pemikiran filsafat dan ajaran-ajaran agama lain, kemudian memaksa otak manusia untuk menyelami sesuatu yang tidak kuasa dicapainya, itulah yang menjadi sebab pokok terjadinya pergantian atau penyelewengan dari jalan yang ditempuh oleh para nabi dan rasul. Ini pula yang merupakan sebab utama keimanan yang asalnya cukup luas dan mudah diterima, serta amat tinggi nilainya lalu menjadi berbagai macam pemikiran yang berisikan atau menjadi bahan kiasan yang banyak diperselisihkan menurut ketentuan mantik atau ilmu bahasanya, juga menjadi pokok perdebatan dan perselisihan pendapat yang tidak berujung dan berpangkal sama sekali.
            Ajaran keimanan yang sudah berubah itu, akhirnya tidak lagi mencerminkan keimanan yang dapat menjadikan jiwa kembali suci, amal perbuatan menjadi mulia dan baik, atau memberi semangat gerak pada perseorangan dapat memberi daya hidup pada umat dan bangsa.
            Sebagai akibat dari perselisihan dalam berbagai persoalan siasat dan politik, terjadi penyelewengan ajaran-ajaran tauhid yang dibawa oleh para rasul, dan paham pemikiran madzhab-madzhab itu berpecah-belah menjadi beberapa golongan. Para tokohnya, kemudian memberikan pengajaran yang berlainan, berbeda antara satu dan lainnya.
            Setiap ajaran mencerminkan corak tersendiri dari cara pemikiran tertentu. Masing-masing pihak menganggap bahwa apa yang mereka miliki dan mereka pegang sajalah yang benar, sedangkan yang lain, yang tidak sepaham dengannya, adalah salah. Demikianlah, anggapan setiap golongan. Bahkan, ada anggapan yang lebih ekstrem lagi, yakni siapa saja yang tidak masuk ke dalam golongan kelompoknya dianggap ke luar dari Islam (kafir).
            Oleh karena itu, muncullah paham-paham seperti: paham ahli hadis, paham Asy’ariyah, paham Maturidiah, paham Mu’tazilah, paham Syi’ah, paham Jahamiah, dan masih banyak lagi paham lainnya. Bahkan, di antara mereka terjadi perselisihan antara kaum ‘Asy’ariyah dengan kaum Mu’tazilah.
            Pokok utama yang menyebabkan timbulnya perselisihan dan perbedaan pendapat tersebut, berkisar dalam hal-hal:
1.       Apakah keimanan itu hanya sebagai kepercayaan saja ataukah kepercayaan yang ada hubungannya dengan amal perbuatan?
2.       Apakah sifat-sifat Allah SWT. Yang dztiah itu kekal ataukah dapat lenyap darinya?
3.       Manusia itu masayyar  dan mukhayyat?
4.       Apakah wajib atas Allah SWT. Itu mengerjakan yang baik atau yang terbaik ataukah yang wajib?
5.       Apakah baik ataua buruk itu dapat dikenal dengan akal atau dengan syari’at?
6.       Apakah Allah SWT. Itu wajib memberi pahala kepada orang yang taat dan menyiksa kepada orang yang bermaksiat ataukah tidak wajib sedemikian?
7.       Apakah Allah SWT. Dapat dilihat di akhirat nanti ataukah hal itu mustahil sama sekali?
8.       Bagaimanakah hukum seseorang yang menumpuk-numpuk dosa besar sehingga matinya tidak bertobat?
Masih banyak lagi persoalan yang merupakan bahan perselisihan pendapat berbagai golongan kaum mukminin menyebabkan tersobek-sobeknya umat Islam menjadi berbagai golongan dan partai
Benar-benar sangat menyedihkan sebab hasil dari pertengkaram yang tidak berujung pangkal ini adalah kaum muslimin membuat suatu kesalahan yang amat besar, suatu kekeliruan yang amat berbahaya.
Akidah yang semula teguh dan mantap telah menjadi goyah dan goncang dalam hati. Keimanan pun tidak meresap dalam jiwa sehingga akidah itu tidak lagi dapat menguasai jalan kehidupan yang harus ditempuh oleh setiap umat muslim dan kehidupan yang harus ditempuh oleh setiap umat muslim dan bahkan keimanan itu sendiri tidak dapat lagi menjadi pusat pemerintahan yang menjiwai segala tindak dan langkahnya orang yang mengaku sebagai pemeluknya.
Sebagai kelanjutan dari akidah yang sudah lemah itu, lalu kelemahan itu merata pula pada pribadi perseorangan, keluarga, masyarakat, dan negara, bahkan pengaruh kelemahan tersebut mengenai pula segala segi kehidupan umat manusia. Kelemahan itu merayap di segenap penjuru, sehingga umat itu menurun kepada generasi-generasi yang berikutnya, tidak pula dapat memberikan pertanggungjawabannya, baik ke dalam maupun ke luar.
Umat islam tidak lagi menetapi sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT. Menjadi pribadi yang cukup cakap untuk menjadi pemimpin umat serta pemberi petunjuk kepada seluruh bangsa di dunia. Ini merupakan akibat dari kelemahan yang datang bertubi-tubi sebagimana diuraikan di atas.












BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan
     Ketauhidan telah muncul sejak diciptanya Adam AS oleh Allah SWT. Adam diperintahkan untuk mengajarkan Tauhid kepada anak cucunya. Akan tetapi semenjak nabi Adam wafat, mulai terjadilah penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh bani Adam ini, sehingga Allah mengutus nabi Nuh AS sebagai Nabi dan nenek moyang ke-2 bagi umat manusia.
Begitulah watak manusia, makin lama makin mengendur ketauhidannya. Allah mengutus para Rosul-Nya untuk memberi peringatan agar umat manusia kembali ke jalan-Nya yang lurus hingga nabi terahir, yaitu nabi Muhammad.
Pada zaman nabi Muhammad adalah masa penyusunan peraturan-peraturan, penetapan pokok-pokok akidah dan penyatuan umat Islam serta masa untuk mebangun kedaulatan Islam. Pada masa ini orang-orang Islam langsung tertuju kepada Rosulullah SAW untuk mengetahui dasar-dasar agama dan hukum-hukum syariah. Disamping itu mereka juga disinari oleh nur wahyu dan petunjuk-petunjuk Al-qur’an.
Setelah Rosulullah SAW wafat, kepemimpinan diambil oleh Khulafaurrosyidin. Dalam masa kedua Kholifah pertama, yakni Abu bakar dan Umar, penetapan pokok-pokok akidah masih seperti kala Rosulullah SAW. Di masa Usman dan Ali timbullah beberapa golongan dan partai yang diakibatkan akan terjadinya kekacauan politik yang kemudian masing-masing dari mereka berusaha mempertahankan pendiriannya dan terbukalah pintu takwil bagi nash-nash Alqur’an dan hadist, juga terjadi pembuatan periwayatan-periwayatan palsu. Oleh sebab itu pembahasan mengenai akidah mulai subur dan berkembang selangkah demi selangkah dan kian hari kian membesar dan meluas.




























Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking